Humas BP Batam Kembali Sebarkan Berita Bohong Tentang Fakta Hotel Pura Jaya 

INFOSEMUA.com -| Kepala Biro Humas Badan Pengusahaan (BP) Batam Ariastuty Sirait kembali menyebar berita kebohongan terhadap peristiwa yang dialami oleh PT Metallwerk Indonesia dan pemilik hotel Pura Jaya PT Dani Tasha Lestari.

Kedua perusahaan menjadi korban pembongkaran gedung dan penghancuran barang-barang perusahaan dengan tudingan lahan tidak dimanfaatkan.

“Inilah salah satu kebohongan yang selalu dinarasikan Humas BP Batam, yakni pengajuan perpanjangan lahan ditolak karena alokasi tanah sudah tidak dimanfaatkan. Bukti hukum apa yang dimiliki Humas BP Batam sehingga berani menyebut lahan yang digunakan investor sudah tidak dimanfaatkan,” kata Said Andi Sidharta, seorang tokoh muda Melayu Batam, kepada wartawan di Batam, Selasa (19/11/2024).

Humas BP Batam selalu menyebut setiap langkah yang diambil sudah tepat dan sudah benar.

“Apakah menghancurkan gedung dan bangunan serta aset-aset berharga milik investor yang masih bermohon untuk perpanjangan bukanlah bukti dari pemanfaatan,” ujar Said Andi Sidharta.

Apakah pengambil kebijakan di BP Batam, ucap Said Andi Sidharta, tidak memiliki empati terhadap aset berharga investor. Akibatnya, dengan enteng BP Batam menghancurkan barang-barang bernilai puluhan bahkan ratusan miliar rupiah, hanya karena ada pihak lain yang menginginkan alokasi lahan itu.

Direktur Utama PT Dani Tasha Lestari (DTL) Rury Afriansyah, mengatakan praktik jual beli lahan selama ini hanya dilakukan oleh calo tanah yang berkeliaran di luar institusi BP Batam.

“Tetapi kali ini, kita saksikan sendiri, praktik jual beli lahan sudah langsung melibatkan pimpinan tertinggi di BP Batam. Mereka (pimpinan BP Batam) mencari celah-celah hukum formil yang melegitimasi tindakan jual beli lahan potensial, seperti yang saya alami dan Pak Kevin Koh,” kata Rury Afriansyah.

Narasi yang menuding tanah ‘Tidak Dimanfaatkan,” menjadi senjata ampuh bagi pimpinan BP Batam untuk mencabut lahan yang telah dipesan oleh pihak tertentu.

“Jika tujuannya untuk melegalkan praktik jual beli lahan yang diminati oleh pasar, apa bedanya dengan mafia lahan? Sekarang sarang mafia lahan ada di dalam, pimpinannya langsung, tanah yang diincar pembeli tinggal dicabut,” ucap Rury Afriansyah.

Lebih jauh Rury Afriansyah menyatakan pihaknya tidak akan tinggal diam menghadapi kebohongan demi kebohongan yang diungkap oleh BP Batam, khususnya Ariastuty.

“Saya persilahkan Humas BP Batam, Ariastuty untuk mempertanggungjawabkan semua pernyataan-pernyataan yang disampaikan ke publik melalui media-media, baik media di daerah maupun media nasional,” ujar Rury.

Penasihat Hukum PT DTL Eko Nurisman SH, menyatakan pencabutan alokasi lahan yang dilakukan oleh BP Batam tidak sesederhana yang disampaikan Humas BP Batam Ariastuty Sirait. Dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan, menurut Eko Nurisman, perspektif hukum yang tidak bisa diabaikan adalah ‘niat baik.’

“Pada KUHPerdata pasal 1338, kata Eko, disebutkan bahwa semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Ingat, ada kata itikad baik dalam setiap perikatan,” terang Eko Nurisman.

Selanjutnya, kata Eko, persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang.

“Apakah sudah menjadi kebiasaan di BP Batam merugikan investor hingga ratusan miliar? Sementara pengusaha penerima alokasi baru pada tahap rencana,” papar Eko Nurisman.

Masalah business plan yang disebut-sebut Ariastuty tidak menarik sehingga tidak disetujui oleh BP Batam, adalah alasan yang dicari-cari.

“Di dalam lokasi sudah berdiri hotel megah yang telah memberi manfaat dalam dunia pariwisata serta memberikan kontribusi besar dalam pembangunan Batam dan juga devisa kepada negara, business plan yang disampaikan oleh klien kami adalah melanjutkan usaha perhotelan. Kurang menariknya di mana,” kata Eko Nurisman.

Saat ini, kata Eko, pihaknya sedang mengikuti proses pidana perobohan gedung hotel Pura Jaya di Polda.

“Bukti pidana perobohan sudah banyak kami serahkan kepada penyidik. Perobohan gedung merupakan tindak pidana, karena tindakan tersebut termasuk tindakan ilegal dan merugikan klien kami hingga ratusan miliar rupiah,” kata Eko.

Setelah BP Batam menang dalam proses Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kata Eko, tidak serta-merta BP Batam berhak merobohkan gedung.

“BP Batam meminta PT DTL mengosongkan lahan, dan pengosongan tidak dipenuhi karena masih berproses secara hukum. Tetapi surat BP Batam yang meminta pengosongan tidak bisa dijadikan dasar untuk mengeksekusi gedung. Ajukan dulu permohonan sita eksekusi ke pengadilan,” papar Eko Nurisman.

Dia menjelaskan permohonan sita eksekusi ke pengadilan, jika telah disetujui, pengadilan akan mengeluarkan Penetapan Sita Eksekusi. Jika penetapan sita eksekusi dari pengadilan telah dikeluarkan, maka yang memimpin perobohan gedung adalah Juru Sita Pengadilan. Tidak cukup hanya persetujuan BP Batam, lalu perobohan dikawal oleh Tim Terpadu.

Informasi yang diperoleh media ini, PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP) mengajukan permohonan pembongkaran gedung hotel ke BP Batam, lalu BP Batam menyetujui dan mengirimkan Tim Terpadu untuk mengawal proses pembongkaran. Proses itu, menurut Eko Nurisman, adalah proses yang tidak sah atau illegal dan bertentangan dengan hukum.(tim_red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *